SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU (SPGDT)
Ditinjau dari segi epidemiologi, Indonesia tengah mengalami transisi epidemiologi penyakit dimana pada saat bersamaan dijumpai “triple burden” masalah kesehatan yaitu masalah kesehatan lama seperti diare, ISPA, kurang gizi, tingginya MMR dan IMR, dan lain-lain, masalah kesehatan lama yang muncul kembali seperti TBC, Malaria dan masalah kesehatan baru akibat penyakit tidak menular seperti cedera, keracunan, NAPZA, penyakit vaskuler dan lain-lain, serta munculnya penyakit AIDS.
Perubahan pola penyakit tersebut telah diikuti dengan peningkatan kasus-kasus gawat darurat baik karena meningkatnya kasus darurat sehari-hari maupun karena musibah massal, bencana alam atau ulah manusia sampai dengan bencana kompleks.
Oleh karena gawat darurat dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja maka penanganan-penanganan pasien gawat darurat harus dilakukan oleh orang awam, awam khusus, perawat, paramedis dan dokter sesuai kompetensinya.
Konsep penanganan pasien gawat darurat adalah “ time saving is life and limb saving “. Karena sangat terbatasnya waktu tanggap (response time) untuk menyelamatkan jiwa dan atau anggota gerak pasien, maka penanganan harus sistematik dan berskala prioritas. Tindakan yang dilakukan harus cepat, tepat dan cermat sesuai standar.
Mengantisipasi keadaan tersebut dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke 36 pada tanggal 15 November 2000 telah dicanangkan Deklarasi Makassar 2000 yang isinya adalah :
- Meningkatkan rasa cinta berbangsa dan bernegara, demi terjalinnya kesatuan dan persatuan guna menghindari disintegrasi bangsa, dimana rasa sehat dan aman merupakan perekat keutuhan bangsa.
- Mengusahakan peningkatan serta pendayagunaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang ada, guna menjamin rasa sehat dan aman, yang merupakan hak asasi manusia.
- Memasyarakatkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Sehari-hari dan Bencana (SPGDT - S/B) secara efektif dan efisien.
- Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan SPGDT melalui pendidikan dan pelatihan.
- Membentuk Brigade Siaga Bencana yang terdiri dari komponen lintas sektor baik medik maupun non medik, berperan dalam pelaksanaan SPGDT dengan melibatkan peran serta masyarakat.
- Dengan terlaksananya butir-butir tersebut diatas, diharapkan dapat menciptakan keadaan sehat dan aman bagi bangsa dan negara (Safe Community) menghadapi gawat darurat sehari-hari maupun bencana.
- Terlaksananya SPGDT menjadi dasar menuju “Indonesia Sehat 2010” dan “Safe Community”.
Penanganan pasien gawat darurat pada dasarnya adalah pelayanan medik dasar yang ditujukan untuk mengatasi kegawat daruratan jalan napas, pernapasan, peredaran darah dan kesadaran (Airway – Breathing – Circulation – Brain ) atau disingkat A-B-C- Brain.
Penanganan suportif atau A-B-C Brain ditujukan untuk mengatasi krisis fungsi vital yang mengancam jiwa. Terapi definitif untuk menghilangkan penyebab utama dilakukan setelah atau serentak bersamaan dengan pertolongan A-B-C Brain. Peran profesi spesialis diperlukan pada terapi definitif. Penanganan pasien akan lebih baik jika dari semula dapat dicegah terjadinya krisis / kegawatan yang mengancam jiwa dan atau anggota badan.
Indikator mutu dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah response time (waktu tanggap) sebagai indikator proses, sedang untuk indikator hasil dapat dinilai melalui survival rate (angka kelangsungan hidup).
dr. I Wayan Eka Wijaya